Senin, 04 Januari 2021

Tentang Luka

Manusia yang tak mempunyai luka adalah manusia tanpa cerita, katanya. Setuju juga sih, meski ngga semua cerita berasal dari sebuah luka, seperti cerita tentang pencapaian sesuatu misalnya, eh tapi untuk sampai pada suatu pencapaian juga kadang banyak luka didalamnya, jadi bingung. Tapi memang sumber cerita dari sebuah luka lebih banyak meninggalkan jejak pelajaran untuk kita sebagai manusia (kalau kita nya mau belajar) entah dalam proses pendewasaan, kebijaksanaan bersikap maupun yang lainya. By the way ini lagi ujan gede banget petir kemana-mana, seolah sama rasa dengan apa yang sedang ku tulis atau jangan-jangan langit pun sedang tidak baik-baik saja ;(

Bukan hanya luka yang berasal dari sebuah relasi antar pasangan, namun semua luka yang berasal dari relasi dengan keluarga, sahabat, rekan kerja, bahkan dengan mereka yang sama sekali tidak mengenal kita sepenuhnya. Karena tidak jarang mereka yang sama sekali tidak tau kehidupan kita pun bisa  menoreh luka dengan berbagai macam justifikasi tanpa klarifikasi dan seolah punya otoritas atas kehidupan kita. Jadi gimana? Apa harus kita balas dengan luka yang setara? Jawabanya tidak! Membalas luka sama sekali tidak ada keuntungan sedikitpun. Menurutku setiap luka didatangkan bukan untuk dibalas apalagi hanya bertujuan menyiksa pemeliknya, akan tetapi ia didatangkan untuk diterima, kemudian dipelajari.

 Selain itu, dengan merasa terluka adalah sebagai tanda bahwa kita hanyalah seorang manusia yang tidak apa-apa lhoo meminta bantuan ketika sedang tidak baik-baik saja, tidak apa-apa lhoo mengakui bahwa kita sedang tidak baik-baik saja, kita butuh bantuan, kita butuh ditemani dan lain sebagainya. Karena memang tidak sedikit dari mereka yang enggan meminta bantuan, enggan mengakui bahwa dirinya sedang down, enggan mengakui sebenernya ia sedang butuh orang lain meski hanya sebatas mendengarkan apa yang sedang dirasakan hanya karena takut dibilang lemah lah baperan lah drama lah. Padahal bukankah perasaan sedih, luka, marah, khawatir adalah perasaan lazim dan bagian dari manusia itu sendiri,? sama hal nya seperti perasaan sabar, senang, bahagia. Entah dari mana awalnya, sepertinya kita sudah terlanjur menerima pengetahuan bahwa emosi seperti sabar, ikhlas, penyayang adalah emosi-emosi baik dan positif, adapun sebaliknya seperti marah, sedih, adalah emosi yang buruk sehingga ada saja dari mereka yang enggan mempunyai, mengakui emosi tersebut baik karena sudah tertanam mindset bahwa marah, sedih, itu buruk maupun hanya karena takut dicibir oleh sesamanya.

Perihal bagaimana mengatur dalam meluapkan emosi tersebut itu beda kasus. Yang penting berilah afirmasi bahwa ngga papa untuk merasa tidak baik-baik saja, ndapapa untuk sesekali sedih, marah karena sesuatu yang menimpa, asal proporsional dan sesuai pada tempatnya. Ketika luka itu datang, terima, rasakan, akui bahwa oke kita sedang tidak baik-baik saja, ndapapa untuk sementara perlu space untuk menyendiri, refleksi jika itu diperlukan. Ingat, sedih, marah, menangis bukan tanda bahwa kita lemah tapi tanda kita adalah manusia lengkap dengan berbagai emosi yang melekat padanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaafkan

Setiap orang pasti memiliki cerita dan proses untuk memaafkan. Baik memaafkan keadaan, memaafkan seseorang, dirinya sendiri dan lain sebagai...