“Mendengarlah untuk mengerti dan memahami, bukan untuk menghakimi atau menimpali”. Salah satu ungkapan yang agak menggelitik nurani. Ditengah riuhnya dunia yang dimana banyak dari mereka berebut ingin berbicara dan didengar, kemauan dan kemampuan mendengar dengan baik menjadi hal yang istimewa, menjadi hal yang langka. Bagaimana tidak? Tidak jarang dari kita ketika mendengarkan entah sebatas pelik yang sedang dialami teman sendiri maupun ketika mendengar argument teman diskusi sekalipun, kita cenderung mendengar untuk bagaimana membalas ungkapan lawan bicara bukan mendengar untuk benar-benar memahami apa yang disampaikan.
Katakanlah ketika mendengarkan cerita orang lain,
pikiran kita cenderung mengembara kemudian menganalisa dan dengan penuh percaya
diri menawarkan saran atau menjelaskan presepsi kita tentang apa yang disampaikan
dan lupa menanyakan pada diri sendiri apa kita sudah benar-benar memahami apa
yang disampaikan? Apa memang ia betul-betul membutuhkan saran dan ingin
mendengar presepsi kita? Apa itu akan membuatnya jadi lebih lega? Lebih baik? Atau
justru memperparah keadaan?. Ya meski saran atau presepsi kita dirasa sudah
tepat, namun terkadang sebagian dari kita berani mengungkapkan sesuatu kepada
orang lain tidak selamanya ingin mendapat saran, diarahkan kesana kemari, apalagi
di hakimi bahkan disalah salahkan, mereka hanya ingin di dengar tanpa dihakimi
dalam bentuk apapun.
Mungkin itu jadi salah satu sebab mengapa mau dan
mampu mendengarkan dengan baik disebut langka, karena bisa berhasil memberi saran nyatanya
bukan satu satunya indicator bahwa kita sudah menjadi pendengar yang baik dan
mampu memahami situasi dengan baik pula. Mari mencoba mendengarkan dengan kehadiran
penuh (tidak memposikan pada masa lampau maupun masa depan) mendengarkan dengan
penuh kesadaran, penuh perhatian tidak ada penghakiman ketika berinteraksi
dengan orang lain. Mendengarkan dengan penuh kesadaran, penuh perhatian memungkinkan
memberi orang lain ruang untuk berbagi tanpa khawatir akan gangguan, timpalan,
koreksi maupun saran yang tidak perlu. Mampu
memposisikan diri sebagai pendengar atau ia yang sedang berbagi dengan dengan
tepat memungkinkan kita bisa memahami apa yang disampaikan orang lain sehingga
dapat menumbuhkan empati tanpa justifikasi dalam diri.
Salam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar