“Some things are up to us, Some things are not up
to us ” Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal
yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita. Begitu ungkapan Epictetus
dalam bukunya Enchiridion, beliau merupakan seorang filsuf stoa yang kita kenal
dengan ajaranya dengan nama stoisisme. Sekilas ungkapan tersebut terdengar
sangat klise, sebagian dari kita mungkin akan berpikir bahwa “yaelah, semua
orang di dunia ini juga tau ”. tapi apakah kita sudah betul-betul tahu, memahami,
meresapi dan mempraktikkan ungkapan tersebut? Atau hanya sekadar sering
mendengar dan “merasa” tahu?
Dalam buku “Filosofi Teras” yang ditulis oleh Henry
Manampiring menjelaskan bahwa dalam ajaran stoisisme terdapat prinsip
fundamental yang disepakati oleh hampir seluruh filsuf stoa yang di disebut
dengan dichotomy of control atau dikotomi kendali. Prinsip tersebut
menjelaskan bahwa ada hal-hal yang berada dibawah kendali kita dan tidak
dibawah kendali kita. Lalu hal-hal apa sajakah yang berada dibawah kendali kita
dan tidak dibawah kendali kita? Epictetus membagi kedua hal tersebut ke dalam
bagian berikut sehingga kita bisa dengan mudah memtakan kedua hal tersebut.
Dibawah kendali kita :
1. Pertimbangan (judgment), opini atau
presepsi kita
2. Keinginan kita
3. Tujuan kita
4. Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan
tindakan kita sendiri.
Tidak dibawah kendali
kita :
1. Tindakan orang lain (kecuali dia dibawah
ancaman kita)
2. Opini orang lain
3. Reputasi/popularitas kita
4. Kesehatang kita
5. Kekayaan kita
6. Kondisi saat kita lahir, seperti jenis
kelamin, orang tua, saudara-saudara, etnis/suku, kebangsaan, warna kulit dan
lain-lain.
7. Segala sesuatu diluar pikiran dan tindakan
kita, seperti cuaca, gempa bumi dan peristiwa alam lainya
8. Ada banyak hal yang belum ada di masa
filsuf stoa hidup tetapi dapat kita
kategorikan disini, seperti harga saham saat ini, indeks pasar modal, razia
sepeda motor, dan nilai tukar rupiah.
Lebih lanjut
Epictetus menjelaskan bahwa hal-hal yang dibawah kendali kita bersifat merdeka
dan tidak terikat, sedangkan hal-hal yang tidak dibawah kendali kita bersifat
lemah, terikat, bagai budak, dan milik orang lain. Jadi barangsiapa yang
terobsesi pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan seperti perbuatan/opini orang lain, kekayaan kita, kesehatan kita
bahkan kondisi kita terlahir adalah sesuatu yang sangat di luar kendali kita.
Sebagai contoh banyak orang yang diluar sana yang terus mengeluhkan kondisi
mereka dilahirkan seperti “mengapa saya terlahir menjadi suku A?”, “mengapa
saya pendek?”, “mengapa saya keriting?”, “mengapa saya tidak terlahir sebagai
seorang anak raja?” dan lain-lain. Bagi stoisisme penyesalan seperti ini adalah
kesia-siaan, karena menyesali hal-hal yang sama sekali tidak bisa kita kendalikan.
Stosisime mengajarkan bahwa kebahagiaan hanya bisa
datang dari “things we can control”, kebahagiaan datang dari hal-hal
yang bisa kita kendalikan. Itu artinya kebahagiaan itu datang dari dalam, bukan
datang dari luar seperti perlakuan orang lain, kekayaan kita, status, popularitas,
dan lain-lain. Kita tidak bisa mengatur orang lain untuk terus berbuat baik
kepada kita, kekayaan bisa saja lenyap dengan sendiri baik karena bangkrut atau
apapun, popularitas bisa saja seketika hilang karena da yang menjatuhkan dan
lain-lain. Oleh karena itu ketika kita menggantungkan kebahagiaan pada itu
semua, para filsuf stoa menganggapnya sebagai hal yang tidak rasional dan
siap-sia saja kita akan dilanda kekecewaan.
Sebagian dari kita mungkin akan bertanya bahwa bukankah
kesehatan ada dibawah kendali kita? Bukankah kita yang menjaganya?. Baiklah, bayangkan
ada seseorang yang dari kecil sudah menjaga kesehatan dengan baik dengan
menjaga pola makan, olahraga teratur, makan makanan yang sehat, tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang berbahaya, namun bisa saja tiba-tiba
terdiagnosa kanker yang dipengaruhi oleh faktor genetik misalnya, atau ketika
sedang traveling kemana lalu terpapar virus yang membahayakan, bahkan
suatu hari sedang menyebrang lalu ditabrak oleh pemuda yang baru pulang party
dalam keadaan mabuk yang pada ahirnya menderita cacat seumur hidup.
sesungguhnya kesehatan pun tidak sepenuhnya dibawah kendali kita.
Manusia yang rasional diharapkan bisa menahan diri
dari keinginan-keinginan pada hal yang tidak bisa kita kendalikan sebagai
sumber kebahagiaan utama. Oleh karena itu marilah kita mencari sumber
kebahagiaan dalam diri kita sendiri, tidak lagi menyesali bagaimana kita
dilahirkan, melainkan focus pada apa yang bisa kita lakukan baik dengan mencari
potensi diri dan mengembangkannya, maupun mensyukuri apa yang sudah Tuhan
berikan dan lain-lain. Mengapa ini menjadi penting? Karena ketika kita sudah
menemukan kebahagiaan dalam diri, kita tidak lagi cemas, takut apabila kekayaan
kita tiba-tiba lenyap, kita tidak lagi popular, orang lain berpikir negatif,
kita tidak lagi terganggu. Kita tetap bisa bahagia meski tanpa itu semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar