Minggu, 21 November 2021

“Dikotomi Kendali” Ala Stoisisme

 

Some things are up to us, Some things are not up to us ” Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita. Begitu ungkapan Epictetus dalam bukunya Enchiridion, beliau merupakan seorang filsuf stoa yang kita kenal dengan ajaranya dengan nama stoisisme. Sekilas ungkapan tersebut terdengar sangat klise, sebagian dari kita mungkin akan berpikir bahwa “yaelah, semua orang di dunia ini juga tau ”. tapi apakah kita sudah betul-betul tahu, memahami, meresapi dan mempraktikkan ungkapan tersebut? Atau hanya sekadar sering mendengar dan “merasa” tahu?

Dalam buku “Filosofi Teras” yang ditulis oleh Henry Manampiring menjelaskan bahwa dalam ajaran stoisisme terdapat prinsip fundamental yang disepakati oleh hampir seluruh filsuf stoa yang di disebut dengan dichotomy of control atau dikotomi kendali. Prinsip tersebut menjelaskan bahwa ada hal-hal yang berada dibawah kendali kita dan tidak dibawah kendali kita. Lalu hal-hal apa sajakah yang berada dibawah kendali kita dan tidak dibawah kendali kita? Epictetus membagi kedua hal tersebut ke dalam bagian berikut sehingga kita bisa dengan mudah memtakan kedua hal tersebut.

Dibawah kendali kita :

1.     Pertimbangan (judgment), opini atau presepsi kita

2.    Keinginan kita

3.    Tujuan kita

4.    Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Tidak dibawah kendali kita :

1.     Tindakan orang lain (kecuali dia dibawah ancaman kita)

2.    Opini orang lain

3.    Reputasi/popularitas kita

4.    Kesehatang kita

5.    Kekayaan kita

6.    Kondisi saat kita lahir, seperti jenis kelamin, orang tua, saudara-saudara, etnis/suku, kebangsaan, warna kulit dan lain-lain.

7.    Segala sesuatu diluar pikiran dan tindakan kita, seperti cuaca, gempa bumi dan peristiwa alam lainya

8.    Ada banyak hal yang belum ada di masa filsuf stoa hidup  tetapi dapat kita kategorikan disini, seperti harga saham saat ini, indeks pasar modal, razia sepeda motor, dan nilai tukar rupiah.

 Lebih lanjut Epictetus menjelaskan bahwa hal-hal yang dibawah kendali kita bersifat merdeka dan tidak terikat, sedangkan hal-hal yang tidak dibawah kendali kita bersifat lemah, terikat, bagai budak, dan milik orang lain. Jadi barangsiapa yang terobsesi pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan seperti perbuatan/opini  orang lain, kekayaan kita, kesehatan kita bahkan kondisi kita terlahir adalah sesuatu yang sangat di luar kendali kita. Sebagai contoh banyak orang yang diluar sana yang terus mengeluhkan kondisi mereka dilahirkan seperti “mengapa saya terlahir menjadi suku A?”, “mengapa saya pendek?”, “mengapa saya keriting?”, “mengapa saya tidak terlahir sebagai seorang anak raja?” dan lain-lain. Bagi stoisisme penyesalan seperti ini adalah kesia-siaan, karena menyesali hal-hal yang sama sekali tidak bisa kita kendalikan.

Stosisime mengajarkan bahwa kebahagiaan hanya bisa datang dari “things we can control”, kebahagiaan datang dari hal-hal yang bisa kita kendalikan. Itu artinya kebahagiaan itu datang dari dalam, bukan datang dari luar seperti perlakuan orang lain, kekayaan kita, status, popularitas, dan lain-lain. Kita tidak bisa mengatur orang lain untuk terus berbuat baik kepada kita, kekayaan bisa saja lenyap dengan sendiri baik karena bangkrut atau apapun, popularitas bisa saja seketika hilang karena da yang menjatuhkan dan lain-lain. Oleh karena itu ketika kita menggantungkan kebahagiaan pada itu semua, para filsuf stoa menganggapnya sebagai hal yang tidak rasional dan siap-sia saja kita akan dilanda kekecewaan.

Sebagian dari kita mungkin akan bertanya bahwa bukankah kesehatan ada dibawah kendali kita? Bukankah kita yang menjaganya?. Baiklah, bayangkan ada seseorang yang dari kecil sudah menjaga kesehatan dengan baik dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, makan makanan yang sehat, tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berbahaya, namun bisa saja tiba-tiba terdiagnosa kanker yang dipengaruhi oleh faktor genetik misalnya, atau ketika sedang traveling kemana lalu terpapar virus yang membahayakan, bahkan suatu hari sedang menyebrang lalu ditabrak oleh pemuda yang baru pulang party dalam keadaan mabuk yang pada ahirnya menderita cacat seumur hidup. sesungguhnya kesehatan pun tidak sepenuhnya dibawah kendali kita.

Manusia yang rasional diharapkan bisa menahan diri dari keinginan-keinginan pada hal yang tidak bisa kita kendalikan sebagai sumber kebahagiaan utama. Oleh karena itu marilah kita mencari sumber kebahagiaan dalam diri kita sendiri, tidak lagi menyesali bagaimana kita dilahirkan, melainkan focus pada apa yang bisa kita lakukan baik dengan mencari potensi diri dan mengembangkannya, maupun mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan dan lain-lain. Mengapa ini menjadi penting? Karena ketika kita sudah menemukan kebahagiaan dalam diri, kita tidak lagi cemas, takut apabila kekayaan kita tiba-tiba lenyap, kita tidak lagi popular, orang lain berpikir negatif, kita tidak lagi terganggu. Kita tetap bisa bahagia meski tanpa itu semua.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaafkan

Setiap orang pasti memiliki cerita dan proses untuk memaafkan. Baik memaafkan keadaan, memaafkan seseorang, dirinya sendiri dan lain sebagai...