Sabtu, 14 Agustus 2021

Bu guru seumur jagung

 

Seisi dunia juga tau, ngga ada yang sempurna di dunia ini. Kalo kata motivator-motivator di tv dan youtube kan justru kesempurnaan akan ditemukan dalam ketidaksempurnaan yang diterima dengan sempurna.

Jadi gini. Sedikit berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya yang kebanyakan berisi tentang journey of understanding myself. Tulisan kali ini lebih ke cari tau apa hal ini adalah perasaan yang wajar atau tidak, dan mudah-mudahan Setelah ini bisa nemu titik terang yang sedikit menenangkan entah lewat makhluk yang ternyata sama rasa atau mereka yang jam terbangnya udah tinggi ngadepin fase recehan begini.

Merasa selalu kurang dalam menjalankan amanah dalam hal profesi mungkin adalah perasaan yang wajar, tapi kalo berujung overthinking apa masih bisa dikatakan wajar?. Jadi bu guru misalnya, pertanyaan ‘apa yang disampaikan ke anak-anak udah sesuai?’ ‘cara menyampaikanya apa udah tepat?’ ‘Kok mereka ngga mau dengerin ya?’ ‘Kok mereka ngga mau nurut dan malah seenaknya sendiri ya?’ ‘Gimana kalo dalam jangka waktu sekian minggu, bulan bahkan tahun mereka tetep belum ngerti?’ Apa masih pantes jadi bu guru?. Perasaan-perasaan insecure tersebut makin diperkuat saat ketemu anak-anak yang ‘’kelihatanya” lebih tau dari guru nya. Belum lagi kalau ada trouble dan kekeliruan kenapa pasti yang di sorot dan dipertanyakan pasti Cuma gurunya? Padahal dalam proses pendidikan anak juga melibatkan banyak pihak seperti guru, siswa, orang tua, lingkungan, pengalaman anak dan pola asuh orang tua juga masuk didalamnya. Lagian guru juga manusia kali yaa, sangat wajar jika melakukan kekeliruan. Ia sama-sama sedang belajar menjalankan peran barunya. Menjadi guru seolah harus sempurna, selalu benar dan nggak boleh salah dengan dalih harusnya guru kan serba tau. Haha lucu kadang, kita juga bukan malaikat lho yaa. Tapi ini juga bukan pembenaran untuk temen-temen guru enjoy-enjoy aja ketika melakukan kekeliruan, karena keliru dikit aja juga bisa fatal akibatnya.

Gini yaa, sebagai guru juga ternyata PR nya banyak banget. ngga cukup harus menguasai bidang spesifik yang diajarkan. Lebih jauh kita juga harus paham masa tumbuh kembang anak sesuai usia nya,  harus belajar lagi bagaimana peran guru, siswa dan orang tua pada jenjang tertentu, sehingga kita tau betul apa yang sedang anak butuhkan, batas capaian pengetahuanya sehingga kita bisa menyampaikanya dengan tepat. Mengapa itu penting? Karena belajar ngga berhenti sebatas menyampaikan dan menyambung pengetahuan guru ke siswa. Tapi ada jiwa yang harus tumbuh, ada empati dan kemandirian yang harus terbentuk secara bersamaan didalamnya. Mengetahui begitu kompleksnya hal tersebut, sangat diperlukan kerja sama dan support yang baik antar guru, siswa maupun orang tua. Karena menyekolahkan anak menurutku bukan berarti menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak 100% ke guru nya. Tetapi orang tua juga berperan besar di dalamnya. Lagi-lagi komunikasi guru dan orang tua jadi kuncinya. Ngga sedikit orang tua yang complain ke guru nya karena udah sekian purnama belajar kok anaknya belum bisa ini belum bisa itu. Banyak dari mereka yang menaruh ekspekstasi tinggi ke anaknya, padahal emang belum saatnya anaknya bisa ini dan bisa itu, capaian perkembangan pengetahuannya emang belum bisa sampe situ kalau dilihat dari usia dan stimulasi yang ia dapatkan dari kecil. Nah banyak banget kan PR nya kita, mari sama-sama belajar sama-sama menyadari peran diri. Karena menghakimi satu pihak bukanlah solusi.

Bagaimanapun proses didalamnya, tujuan kita sama. Insya allah dan mudah-mudahan niat dan tujuanya baik dan bener on the right path ya hehe.

Salam…

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaafkan

Setiap orang pasti memiliki cerita dan proses untuk memaafkan. Baik memaafkan keadaan, memaafkan seseorang, dirinya sendiri dan lain sebagai...