Senin, 05 Juli 2021

Perempuan dan kepintaran

 

Ketika ada laki-laki pintar mengapa jadi wow, sedangkan ketika ada perempuan pintar dan berdaya mengapa jadi ‘perempuan jangan pinter-pinter nanti susah dapat jodoh, atau nanti ngeyel susah diatur bahkan di beberapa kasus perempuan pintar dianggap berbahaya dan nyaris dihindari. Tulisan ini dikembangkan dari salah satu bab dalam sebuah buku yang di tulis oleh ibu Najeela Shihab yang berjudul ‘Cinta untuk perempuan yang tidak sempurna’.

Nggatau si gimana asal muasal dan sejarahnya mengapa karakter kepintaran dianggap berlawanan dengan perempuan. Mengapa mindset yang muncul justru akan ngeyel susah diatur dan sebagainya. Tidak jarang stigma-stigma tersebut sering menjadi penghambat keinginan belajar dan menggali pengetahuan lebih dalam. Padahal namanya mencari ilmu itu katanya wajib bagi laki-laki mapun perempuan, Tuhan sudah menciptakan banyak ilmu di bumi ini, jadi aga mubadzir aja kalau ngga coba cari tau meski secuil. Lagipula bukan nya berilmu dan berpengetahuan adalah hal yang positif terlepas dari dia laki-laki atau perempuan?.

Berilmu dan berpengetahuan disini cakupanya sangat luas dan tidak terbatas hanya diruang kelas alias dalam bidang akdemik saja, melainkan kesabaran, kecerdasan spiritual, emosi,  maupun social juga patut dipertimbangkan didalamnya. Kalau kata maudy, terlalu na’if jika kepintaran seseorang hanya diukur dari sisi akademik, tetapi juga masuk didalamnya ada kecerdasan emosi,juga bagaimana mengontrol diri yang justru sangat diperlukan ketika menghadapi sebuah konflik.

Dalam kasus relasi berpasangan, menurut Bu Ela perempuan pintar bukan satu-satunya syarat berhasil dan gagalnya sebuah hubungan, bukan satu dimensi yang menggambarkan kompleksnya relasi. Untuk laki-laki dan perempuan, hubungan bukan pendaftaran pertandingan otak, tetapi pilihan harian untuk saling menambah kebahagiaan. Namun, dalam banyak situasi, hubungan menjadi kumpulan interaksi yang dinilai seperti kompetisi yang diwarnai dengan iri. Saat ini-lah hubungan apapun yang melibatkan individu dengan tingkat inteligensi seberapa-pun akan menjadi rapuh.

Ada satu ungkapan dalam bab ini yang menyatakan bahwa ‘kepintaran sering meninggikan harapan kita kepada pasangan dan diri sendiri secara berlebihan, mengharapkan kesempurnaan. Padahal, bagaimana kita menghadapi kekcewaan dan cepat memaafkan, justru indikator utama kekuatan dalam hubungan’. Dalam banyak situasi, ia yang mengaku berpendidikan akan mencari pasangan yang berpendidikan pula atau minimal setara. Atau mungkin menaruh ekspektasi berlebihan kepada pasangan dengan dalih karena kamu kan berilmu, berpengetahuan dan sebagainya sehingga harus mampu menyelesaikan setiap konflik yang dihadapi. Ia lupa bahwa definisi pintar dan berpengetahuan itu multidimensi, ngga bisa dipukul rata dengan patokan hanya pada bidang akademik.

Tulisan ini bukanlah sebuah kesimpulan, melainkan bertujuan untuk memantik diskusi kepada siapapun yang kebetulan baca. Mari kita support bagi siapapun disekitar kita khususnya perempuan bahwa perempuan dan pendidikan bisa kok berjalan beriringan tanpa takut dan terhambat oleh berbagai stigma negatif yang berkaitan dengan nya.

Salam..

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaafkan

Setiap orang pasti memiliki cerita dan proses untuk memaafkan. Baik memaafkan keadaan, memaafkan seseorang, dirinya sendiri dan lain sebagai...