Saking seringnya kepikiran, khawatir dan cemas sama
hidup tiba-tiba muncul pertanyaan dibenak apa sih yang sebetulnya ada dikepala
orang-orang overthinking? Hal apa yang sebetulnya kita khawatirkan? hal apa
yang yang sebetulnya kita cemaskan sampe bisa overthinking hampir tiap
waktu? pertanyaan yang diajukan untuk diri sendiri dan mungkin juga untuk mereka
yang turut merasakan perasaan yang sama. Gini deh biar enak, coba kita bedah
dulu arti overthingking itu sendiri biar ngga dikit-dikit melabeli diri
dengan kata yang jadi simbol usia dua puluhan itu haha. Dilansir dari ugm.ac.id
overthinking adalah menggunakan terlalu banyak pikiran untuk memikirkan suatu
hal dengan cara yang merugikan serta overthinking dapat berupa ruminasi
dan khawatir. Ruminasi adalah kecenderungan untuk terus memikirkan masa lalu. Sedangkan
khawatir adalah kecenderungan memikirkan prediksi yang negatif.
Nah, padahal dari segi definisinya aja jelas tertulis
kata ‘terlalu’ yang bisa berarti berlebihan, yang dalam konteks ini adalah
berlebihan memikirkan sesuatu. Kita tau bahwa semua yang berlebihan itu nggak
baik meski dalam hal kebaikan sekalipun, dan brarti memang ada sesuatu yang salah,
ada sesuatu yang harus dibenahi. Ada yang pernah ilang gini ‘bahwa ketika kita sedang cemas, khawatir, yang sedang
berperan aktif alias mendominasi adalah perasaan kita dan logika bisa dikatakan
sedang melemah’. Aku menyebutnya sebagai fase nggak rasional, karena emang yang
dikedepankan hanya perasaan tanpa adanya pertimbangan untuk
kemungkinan-kemungkinan lain.
Oiya kalau ngomongin ruminasi yang merupakan salah
satu wujud dari overthinking tadi, jadi inget beberapa waktu lalu pernah
nonton youtube nya dr. jiemi ardian yang membahas tentang ‘ruminatif thinking’,
ruminasi sendiri memiliki arti proses pengembalian makanan dari lambung ke
mulut pada hewan pemamah biak untuk dikunyah dan ditelan kembali. Mungkin temen-temen
tau proses pencernaan pada hewan pemamah biak seperti sapi yang ngunyah dan
masuk lambungnya nya nggak cuma sekali, tapi berkali-kali. Makanan yang sudah
dikunyah akan masuk ke lambung dan akan dikembalikan ke mulut untuk dikunyah
dan ditelan kembali, begitu terus prosesnya sampe berkali-kali sebelum masuk ke
usus (koreksi ya kalau salah, lupa udah sekian tahun lalu haha). Lalu apa hubunganya dengan overthinking?
Kasusnya sama, orang yang sedang mengalami ruminatif thinking akan terus memikirkan
dan mempertanyakan kembali sesuatu yang sudah ia pikirkan dan temukan jawabanya
dimasa lalu atau beberapa waktu lalu. Dalam sebuah contoh kecil perihal pertanyaan
‘usia segini udah bisa apa?’ dalam kasus tertentu pertanyaan tersebut akan bercabang
ke pertanyaan dalam aspek hidup lain seperti sosial, ekonomi, relasi dll. Dan dimasa
lalu mungkin kita udah selesai dengan pertanyaan itu, kita udah temukan
jawabanya. Tapi siapa sangka pertanyaan itu bisa muncul kembali sehingga kita
harus mengalami dan mengulang proses menyebalkan itu sampe ketemu lagi dengan
jawabanya. Begitulah kurang lebih mekanisme ruminatif thingking yang
dapat berujung pada overthinking atau berpikir berlebihan akan sesuatu.
Oke, sekarang aku mau coba ngajak diriku sendiri dan
temen-temen untuk mencari jawaban atas overthinking yang sedang
dirasakan. Pernah nggak nanya sama diri sendiri sebetulnya apa yang sedang aku
khawatirkan, apa yang sedang aku cemaskan sampe overthinking? khawatir sudah
tertinggal jauh dari teman sebaya? Atau merasa nggak berguna? Insecure? Merasa cuma
bisanya nyusahin orang sekitar? Belum bisa berbuat banyak untuk orang-orang
terkasih?. Sial,kenapa jawabanya iya semua L. Tapi ada sesuatu yang aneh, sebenernya kita semua
udah sejuta kali baca sampe hafal statement ‘setiap orang punya waktunya
masing-masing, nggak ada yang terlambat maupun terlalu cepat, semuanya udah
proporsional’. Tapi kenapa masih aja mengkhawatirkan, memikirkan dan
mempertanyakan pertanyaan yang jawabanya kita udah tau?. Yaah, mungkin emang
fase nya kali yaa, nggak bisa di skip. Untuk usia dewasa awal khususnya. Overthinking
biasa menjadi makanan sehari-hari. Tapi yang perlu di highlight adalah
semuanya akan gini-gini aja kalau kita Cuma mikirin doang tanpa melakukan
sesuatu. Karena bisa jadi kita tak kunjung menemukan jawaban dan keluar dari
fase ini karena kita belum melakukan sesuatu, entah coba mengulik potensi yang
terpendam maupun mempelajari sesuatu yang baru.
Dan bagi yang hampir putus asa karena merasa belum
berkembang atau tak kunjung ada perubahan atas apa yang sedang dikerjakan, itu
bukan masalah. Jangan cepat melabeli diri gagal. Karena gagal terjadi ketika
tujuan belum tercapai dalam target yang sudah ditentukan. Hobi kita adalah
melabeli diri gagal tanpa tau tujuan kita bahkan mengatakan diri gagal padahal
ternyata kitanya aja yang belum berjuang.
Coba nikmati sebentar lagi prosesnya, selama kita
masih bergerak brarti kita masih on the right path. Ini semua hanya bagian
dari part kecil dalam hidup, yang pasti dilewati untuk kemudian masuk dalam
part selanjutnya. Jadi jangan dihabiskan energinya cuma buat mikirin ini semua.
Percayalah, just do it! Kalau kata cak nun ‘Tuhan udah susah-susah menciptakan
kita, nggak mungkin nggak bertanggung jawab atas hidup kita’. So, worry nya
coba dikurangi yaa hehe..
Salam…