Manusia yang tak mempunyai luka adalah
manusia tanpa cerita, katanya. Setuju juga sih, meski ngga semua cerita berasal
dari sebuah luka, seperti cerita tentang pencapaian sesuatu misalnya, eh tapi
untuk sampai pada suatu pencapaian juga kadang banyak luka didalamnya, jadi
bingung. Tapi memang sumber cerita dari sebuah luka lebih banyak meninggalkan
jejak pelajaran untuk kita sebagai manusia (kalau kita nya mau belajar) entah
dalam proses pendewasaan, kebijaksanaan bersikap maupun yang lainya. By the way
ini lagi ujan gede banget petir kemana-mana, seolah sama rasa dengan apa yang
sedang ku tulis atau jangan-jangan langit pun sedang tidak baik-baik saja ;(
Bukan hanya luka yang berasal dari
sebuah relasi antar pasangan, namun semua luka yang berasal dari relasi dengan
keluarga, sahabat, rekan kerja, bahkan dengan mereka yang sama sekali tidak
mengenal kita sepenuhnya. Karena tidak jarang mereka yang sama sekali tidak tau
kehidupan kita pun bisa menoreh luka
dengan berbagai macam justifikasi tanpa klarifikasi dan seolah punya otoritas
atas kehidupan kita. Jadi gimana? Apa harus kita balas dengan luka yang setara?
Jawabanya tidak! Membalas luka sama sekali tidak ada keuntungan sedikitpun.
Menurutku setiap luka didatangkan bukan untuk dibalas apalagi hanya bertujuan
menyiksa pemeliknya, akan tetapi ia didatangkan untuk diterima, kemudian
dipelajari.
Selain itu, dengan merasa terluka adalah
sebagai tanda bahwa kita hanyalah seorang manusia yang tidak apa-apa lhoo
meminta bantuan ketika sedang tidak baik-baik saja, tidak apa-apa lhoo mengakui
bahwa kita sedang tidak baik-baik saja, kita butuh bantuan, kita butuh ditemani
dan lain sebagainya. Karena memang tidak sedikit dari mereka yang enggan
meminta bantuan, enggan mengakui bahwa dirinya sedang down, enggan mengakui
sebenernya ia sedang butuh orang lain meski hanya sebatas mendengarkan apa yang
sedang dirasakan hanya karena takut dibilang lemah lah baperan lah drama lah.
Padahal bukankah perasaan sedih, luka, marah, khawatir adalah perasaan lazim
dan bagian dari manusia itu sendiri,? sama hal nya seperti perasaan sabar,
senang, bahagia. Entah dari mana awalnya, sepertinya kita sudah terlanjur
menerima pengetahuan bahwa emosi seperti sabar, ikhlas, penyayang adalah emosi-emosi
baik dan positif, adapun sebaliknya seperti marah, sedih, adalah emosi yang
buruk sehingga ada saja dari mereka yang enggan mempunyai, mengakui emosi
tersebut baik karena sudah tertanam mindset bahwa marah, sedih, itu buruk
maupun hanya karena takut dicibir oleh sesamanya.